“iklan”
iklan

Gubernur ASR dan Dua Ajudannya Resmi Dilaporkan Puluhan Jurnalis ke Ditreskrimsus Polda Sultra

Ist

KIATNEWS : KENDARI – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Andi Sumangerukka (ASR) dan dua ajudannya secara resmi dilaporkan oleh puluhan jurnalis ke Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara, pada Kamis 23 Oktober 2025.

Laporan itu tertuang dalam surat laporan polisi: LP/B/422/X/2025/SPKT/Polda Sulawesi Tenggara.

Laporan itu dilakukan lantaran dua ajudan Gubernur Sultra melakukan kekerasan dan menghalang-halangi jurnalis Metro TV saat berupaya mewawancarai Andi Sumangerukka, pada Selasa, (21/10/2025) sore.

Bacaan Lainnya

Sebelum membuat laporan ke polisi, puluhan jurnalis dari AJI Kendari, IJTI Sultra dan Forum Jurnalis Lintas Media melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sultra.

Para jurnalis mengecam tindakan dua ajudan yang diduga diperintahkan oleh Gubernur Sultra Andi Sumangerukka untuk menghalangi dan membatasi wartawan Metro TV Fadli Aksar untuk melakukan wawancara terkait pelantikan eks narapidana korupsi sebagai Kepala Seksi di Dinas Cipta Karya dan Bina Konstruksi bernama Aswad Mukmin.

Puluhan jurnalis dari berbagai media di Kendari menuntut agar Gubernur Sulawesi Tenggara Andi Sumangerukka menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan memberikan klarifikasi atas rilis Pemprov Sultra yang dinilai tidak menunjukkan itikad baik terhadap profesi jurnalis.

Meski Gubernur Sultra tidak menemui massa aksi dengan alasan sedang bertugas di luar daerah, para jurnalis tetap melakukan orasi secara bergantian. Mereka menyerukan agar kekerasan terhadap jurnalis tidak lagi dianggap sepele dan menuntut pertanggungjawaban moral dari pemerintah daerah.

“Kita datang dengan cara yang bermartabat dan damai, untuk menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah kejahatan terhadap kebebasan pers. Tuntutan kami agar Gubernur Sultra meminta maaf dan memberikan sanksi tegas kepada ajudannya,”jelas, Ketua AJI Kota Kendari, Nursadah.

Ia menegaskan, kekerasan terhadap jurnalis, sekecil apa pun bentuknya, tidak dapat dibenarkan dengan alasan etika, pengamanan, atau tata krama.

“AJI Kendari menegaskan bahwa dorongan fisik dan pemukulan alat liputan adalah bentuk nyata kekerasan, sekaligus penghalangan terhadap hak publik untuk memperoleh informasi,” tegas Nursadah.

Usai unjuk rasa, sejumlah jurnalis lainnya langsung menuju Polda Sultra untuk melaporkan Gubernur Sultra dan ajudannya atas dugaan penghalangan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

menegaskan bahwa langkah hukum ini ditempuh untuk memastikan penegakan keadilan bagi jurnalis dan mendorong pemerintah daerah agar menghormati prinsip keterbukaan informasi publik.

“Ini bukan hanya soal Fadli, tapi tentang ruang kerja jurnalis yang harus bebas dari intimidasi dan kekerasan,” tegas Ketua AJI Kendari, Nursadah.

Sementara itu, Kordiv Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar meminta publik, khususnya masyarakat pers terus mengawal proses hukum dan memastikan kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh pejabat publik di Sulawesi Tenggara agar tidak semena-mena terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya.

“Kami meminta Polda Sulawesi Tenggara agar menangani kasus delik pers ini secara profesional, sehingga memberikan efek jera kepada pelaku dan menjadi pembelajaran bagi instansi pemerintah agar menghargai jurnalis yang dilindungi konstitusi karena bekerja untuk publik,”tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *