KIATNEWS : BUTUR : Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kabupaten Buton Utara (Butur), Sulawesi tenggara (Sultra) menggelar advokasi dan pendampingan perangkat daerah dalam pelaksanaan kebijakan, program, kegiatan pencegahan KTA tingkat daerah kabupaten.
Adapun kegiatan berlangsung selama tiga hari ditiga titik berbeda, yakni desa Pebaoa, pada tanggal 9, desa Labelete berlangsung pada tanggal 10, dan kegiatan berakhir di desa Rombo pada tanggal 11 Juli 2025.
Dalam kegiatan itu, UPTD PPA Butur menggandeng Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kabupaten Muna dengan mengusung tema “Penggerakan dan Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan KTP, KTA, TPPO, ABH dan perkawinan anak,”.
Kepala UPTD PPA Butur, Sarsia, SKM mengatakan, Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah kunci dalam upaya pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), Kekerasan Terhadap Anak (KTA), Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), dan Perkawinan Anak.
“Melalui kegiatan ini, masyarakat diajak untuk lebih sadar, peduli, dan proaktif dalam melindungi diri dari orang-orang di sekitarnya terhadap berbagai bentuk kekerasan dan eksploitas.,”ucapnya, Jumat 11 Juli 2025.
Pada kesempatan itu, Sarsia, SKM menyampaikan kekhawatirannya terhadap tingginya kasus kekerasan yang terjadi di Buton Utara.
Berdasarkan data dari UPTD PPA Butur, sepanjang tahun 2024 data kekerasan sebanyak 32 kasus diantaranya 5 kasus KDRT, 12 kasus penganiayaan terhadap perempuan dan anak, 2 kasus kekerasan psikis terhadap perempuan, 1 kasus penelantaran anak, 2 kasus saksi anak bawah umur dan 10 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Sementara itu, pada periode Januari hingga 20 Juni 2025 terdapat 24 kasus, diantaranya 3 kasus KDRT dewasa, kemudian kekerasan fisik untuk dewasa terdapat 4 kasus dan untuk anak 4 kasus, lalu kekerasan/seksual pada dewasa terdapat 4 kasus dan anak 3 kasus.
“Kalau untuk penelantaran anak ada 1 kasus juga untuk pernikahan anak terdapat 1 kasus, sedangkan pelaku anak terdapat 2 kasus dan saksi untuk anak ada 5 kasus. Alhamdulillah tahun ini kita mengalami penurunan kasus dibanding tahun lalu,”jelas Sarsia, SKM.
“Upaya perlindungan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat atau daerah, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif masyarakat, sekolah, dan pelajar,”tambahnya.
Kata dia, perlindungan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua, tetapi juga menjadi tugas kita semua sebagai masyarakat dan perlu adanya upaya pencegahan dan penanggulangan.
“Jadi kita harus melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, baik fisik, emosional, maupun seksual. Eksploitasi anak dalam bentuk apapun harus dihentikan,”tandasnya.
Sementara itu, Ketua LBH Muna, La Ode Muh Reo, SH.,MH menyampaikan, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Butur dari tahun 2022 sampai dengan tahun 2025 mengalami penurunan.
Penurunan angka kekerasan tersebut tidak lain adalah upaya kerja keras dari DP3A dalam hal ini UPTD PPA Butur yang rutin melaksanakan kegiatan sosialisasi kampanye terhadap anti kekerasan perempuan dan anak.
“Jadi untuk tahun 2025 mengalami penurunan. Ini berkat kerja sama semua pihak dan kesadaran dari masyarakat Butur. DP3A saat ini telah membuka ruang seluas-luasnya terhadap masyarakat terkhusus perempuan dan anak jika terjadi kekerasan dilingkungannya untuk segera melapor,”tuturnya.
Sebagai LBH yang telah dipercayakan oleh DP3A dalam hal ini UPTD PPA Butur selalu menyampaian pesan disetiap titik pertemuan/kegiatan bahwa LBH Muna siap memberikan bantuan hukum dan melayani masyarakat Butur pencari keadilan.