Empat Arah Kebijakan Penanaman Modal di Sulawesi Tenggara

KENDARI – Pentingnya penciptaan iklim penanaman modal  yang kondusif merupakan suatu hal wajib yang harus diatur dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah secara berkelanjutan dengan mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif.

Maka Pemerintah memerlukan arah perencanaan penanaman modal yang jelas dalam jangka panjang, dimana arah kebijakan tersebut harus termuat dalam sebuah dokumen Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM).

Selain RUPM, untuk mengefektifkan masuknya investasi juga perlu adanya arah kebijakan penanaman modal.

Bacaan Lainnya

Arah kebijakan merupakan pedoman untuk mengarahkan rumusan strategi yang dipilih agar lebih terarah dalam mencapai tujuan dan sasaran dari waktu ke waktu.

Rumusan arah kebijakan merasionalkan pilihan strategi agar memiliki fokus dan sesuai dengan pengaturan pelaksanaannya.

Arah kebijakan pengembangan investasi yang diupayakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dilakukan melalui pelaksanaan sasaran strategis.

Sekretaris DPMPTSP Sultra yang juga selaku Plh Kepala DPMPTSP, Joni Fajar menjelaskan terdapat empat poin arah kebijakan investasi di Bumi Anoa.

Pertama, pencapaian target investasi tahun 2022, dukungan pemerintah daerah dalam hal ini DPMPTSP Sultra untuk mewujudkan target realisasi investasi Rp1.200 triliun di 2022 terus dilakukan.

Nilai investasi tersebut menurut Joni, sangat penting untuk didorong sebab akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi lagi setelah dihantam pandemi.

“Dari target tersebut, untuk di Sulawesi Tenggara di tahun 2021 target Rp21,61 Triliun, kemudian realisasi dari angka tersebut melampaui dari target sebesar Rp29 Triliun, jadi kita memenuhi 100 persen dengan total 138 persen realisasi investasi yang masuk,” ujarnya pada pertengahan September 2022 lalu.

“Untuk target kita di tahun 2022 dari target nasional tadi, kita ditarget Rp38 Triliun sementara realisasi kita untuk Triwulan I investasi yang masuk ke Sulawesi Tenggara Rp8,09 Triliun, kemudian di Triwulan II ini Rp 2,5 Triliun. Jadi realisasi investasi kita sampai saat ini baru Rp10,5 Triliun, ini kita masih optimis di bulan Desember paling tidak kita sesuai target 100 persen,” lanjut Joni.

Olehnya itu, pihak meminta semua pihak baik OPD maupun pelaku usaha untuk menyatukan sinergi dalam merealisasikan target tersebut.

Poin kedua, yang menjadi arah kebijakan investasi adalah investasi berkualitas yang berkelanjutan.

Dalam rangka merealisasikan hal tersebut, investasi berkelanjutan menjadi salah satu alat yang sangat penting bagi investor potensial untuk berkontribusi pada percepatan pembangunan berkelanjutan.

Investasi berkelanjutan menjadi jawaban untuk menjadikan investasi lebih tangguh dari berbagai guncangan dan tantangan di masa depan.

Investasi berkelanjutan adalah istilah yang mencakup pendekatan investasi yang mempertimbangkan harmonisasi faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola.

”Investasi menjadi salah satu sarana yang signifikan untuk menggerakkan ekonomi dan mendorong pemulihan dari pandemi, serta dapat mendukung upaya pencapaian target, namun pelaku usaha yang menanamkan modalnya harus menjaga agar pembangunan yang dilakukan tetap memperhatikan aspek lingkungan,” tekan Joni.

Joni mencontohkan, bagi pelaku usaha industri bidang pertambangan agar senantiasa memperhatikan reklamasi agar investasi tak berdampak pada lingkungan.

Kemudian, ketiga adalah transformasi ekonomi dan peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi sumber daya alam.

Beragam pemikiran tentang optimisme perekonomian Indonesia pada masa mendatang, tentunya membutuhkan prakondisi yang harus segera diwujudkan sebagai pilar pendukung transformasi ekonomi menuju Indonesia Maju.

Peta jalan yang diimplementasikan secara konsisten, dalam meningkatkan produktivitas yang salah satunya ditandai dengan adanya peningkatan produktivitas tenaga kerja yang bertambah.

Pada aspek ini, Sultra yang pada tahun 2014 ke bawah masih menjalankan pola ekspor sumber daya alam ke luar negeri mulai menggeser pola tersebut dengan memfokuskan diri pada hilirisasi.

“Pada Januari 2015 itu, sudah ada stok itu dalam rangka untuk hilirisasi peningkatan nilai tambah agar sumber daya alam kita tidak habis. Jadi kita tak hanya mengirim bahan baku, tapi sudah mengirim bahan setengah jadi, dan sekarang sejumlah perusahaan sudah memproduksi bahan jadi,” katanya.

Sehingga, penyusunan roadmap hilirisasi investasi strategis sektor mineral dan perikanan di Sultra yang dilaksanakan sejalan dengan arah kebijakan investasi milik DPMPTSP Sultra.

Hal keempat, yang menjadi arah kebijakan investasi di Sultra adalah kolaborasi usaha besar dengan UMKM.

Pemprov Sultra terus berupaya mewujudkan investasi berkualitas melalui kolaborasi dan kemitraan investasi besar baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan UMKM.

Tentu kolaborasi dan peningkatan kemitraan strategis antara investor dan UMKM dimaksud, mengedepankan prinsip saling menguntungkan dan meningkatkan daya saing.

“Pada bulan puasa kemarin kita adakan Festival UMKM, ini kolaborasi antara UMKM dengan pengusaha besar. Kita berharap adanya kegiatan seperti festival, membuka peluang besar bagi UMKM di Sultra untuk “naik kelas”.


Meskipun demikian, kita juga menyadari bahwa UMKM masih menghadapi tantangan yang tidak ringan seperti keterbatasan permodalan, akses pasar, dan masih terbatasnya keterampilan sumber daya manusia,” papar Joni.

Di era perdagangan bebas saat ini, UMKM juga harus bersaing dengan produk asing yang telah membanjiri Indonesia. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama dan dicarikan solusinya.

Diperlukan terobosan dan ide kreatif yang dapat meningkatkan daya saing sehingga UMKM dapat menjadi tuan rumah di daerah sendiri, dan bahkan dapat didorong untuk bersaing secara nasional dan di luar negeri.

Pemecahan atas tantangan tersebut, memerlukan komitmen, dukungan, dan kontribusi semua pihak.

Dalam hal ini, DPMPTSP sebagai OPD yang diberikan amanat oleh Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku untuk menjalankan fungsi, tugas, dan kewenangan melaksanakan percepatan investasi daerah, menciptakan iklim investasi yang kondusif dan kolaborasi antara pengusaha besar dengan UMKM, berupaya untuk senantiasa memberikan kontribusi yang terbaik bagi pengembangan dan pemberdayaan UMKM.

Untuk itu, pihaknya mengajak kepada semua elemen pembangunan di daerah dengan menjaga kondusifitas masyarakat dan wilayah guna mendukung peningkatan investasi di Bumi Anoa.

Sehingga nantinya memberikan dampak peningkatan aktivitas ekonomi yang diharapakan berimplikasi positif bagi terwujudnya Sulawesi Tenggara yang aman, maju, sejahtera dan bermartabat, secara berkelanjutan menuju Sultra masa depan Indonesia Maju.

Selain memaparkan arah kebijakan investasi, pihaknya juga melaporkan dampak kontribusi sosial masyarakat terhadap masuknya penanaman modal di daerah.

“Dari investasi industri yang masuk seperti PT VDNI, OSS kemudian kelapa sawit, lalu pabrik gula di Bombana itu sudah menyerap tenaga kerja sudah hampir 20 ribu dan kami harapkan nanti kalau sudah jadi pabrik baterai di Kolaka Utara dan Konawe bisa menciptakan lapangan kerja yang lebih besar,” harapnya.

Hal lain yang menjadi peran investasi pada aspek perekonomian adalah meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat.

Menurut Joni, pertumbuhan ekonomi biasanya selalu dikaitkan dengan iklim bisnis yang subur. Namun nyatanya, hal ini juga tidak luput dari peran investasi dalam pemulihan ekonomi.

“Bila dilihat lebih dalam lagi, sebenarnya investasi sendiri merupakan akar dari segala upaya demi memulihkan dan menumbuhkan perekonomian di Indonesia, apalagi di tengah pandemi,” ujarnya.

Hal yang terakhir papar Joni, yang menjadi dampak masuknya gelombang investasi di Sultra adalah perputaran ekonomi yang merata. Bahkan saat ini DPMPTSP tengah menggagas agar ada regulasi bagi pelaku usaha industri khusunya sektor mineral untuk memberikan dana CSR bagi masyarakat yang terdampak aktivitas pertambangan.

“Karena kita lihat di lokasi-lokasi tambang masyarakat dan infrastruktur yang ada itu rusak, mudah-mudahan dengan CSR ini bisa disusun rencananya termasuk perbaikan infrastruktur jalan yang akan mendorong laju aktivitas ekonomi. Karena pada dasarnya CSR merupakan konsep mengembalikan kekayaan alam dengan masyarakat agar tercipta masyarakat ada rasa memilki terhadap perusahaan sehingga mengurangi gejolak yang ada di sosial kemasyarakatan,” pungkasnya. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *