Rakorda : DPMPTSP Paparkan Perkembangan Investasi Hilirisasi Sektor Minerba di Sulawesi Tenggara Tahun 2024

Rapat Koordinasi Daerah investasi hilirisasi di sektor Minerba Provinsi Sulawesi Tenggara. Foto : ist.

KIATNEWS : KENDARI – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memaparkan perkembangan investasi hilirisasi di sektor mineral dan batubara (Minerba) pada tahun 2024.

Paparan perkembangan investasi hilirisasi itu disampaikan pada kegiatan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda), yang digelar di salah satu hotel di Kota Kendari.

Kepala DPMPTSP Provinsi Sulawesi Tenggara, Parinringi melalui Sekertaris DPMPTSP, Joni Fajar memaparkan, bahwa Sulawesi Tenggara merupakan provinsi yang kaya akan sumber daya alam yang memiliki 6 potensi unggulan, diantaranya pertambangan, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan pariwisata.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut, PLH Kepala DPMPTSP Provinsi Sulawesi Tenggara itu menyampaikan, sesuai arahan Presiden RI, Joko Widodo terkait target investasi secara nasional 1.650 Triliun, maka Provinsi Sulawesi Tenggara untuk tahun 2024, diberikan target investasi sebesar Rp. 25,61. Dari target ini, capaian realisasi pada trieulan I tahun 2024 sebesar 2,675T atau 4,8 persen.

Dengan capaian tersebut, lanjut Joni Fajar, diharapkan pada triwulan II sampai dengan triwulan IV, target realisasi investasi dapat tercapai.

Rapat koordinasi daerah terkait realisasi investasi hilirisasi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Foto : ist.

Joni Fajar menjelaskan, hilirisasi sektor mineral dan batubara (Minerba) adalah proses pengolahan bahan mentah dari sektor pertambangan menjadi produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi, sebelum dijual atau diekspor. Tujuan utama dari hilirisasi ini adalah untuk meningkatkan nilai ekonomi dari komoditas yang dimiliki, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong perkembangan industri lokal.

Dalam konteks Indonesia, kata dia, hilirisasi Minerba telah menjadi fokus utama pemerintah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam.

Disebutkannya, beberapa langkah yang diambil meliputi pembangunan smelter untuk mengolah bijih nikel, tembaga, bauksit, dan mineral lainnya menjadi produk setengah jadi atau produk jadi.

Misalnya, bijih nikel diolah menjadi feronikel atau nikel matte yang digunakan dalam industri baja dan baterai.

Melalui kesempatan tersebut, Joni Fajar juga menyampaikan hambatan capaian realisasi investasi.

Menurut dia, industri baru yang pada tahap konstruksi belum maksimal investasinya karena adanya hambatan pada perizinan dasar, diantaranya izin lingkungan dan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR).

Sedangkan industri yang sudah pada tahap produksi tidak lagi melakukan investasi pada pembelian lahan, pembangunan gedung, dan pembelian peralatan. (Adv)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *